Senin, 17 Oktober 2011

Unit Link dan Evolusi Produk Asuransi Jiwa


In the long history of humankind (and animal kind, too) those who learned to collaborate and improvise most effectively have prevailed. 
- Charles Darwin

Siapa yang tidak kenal Bruce Lee? Kebanyakan dari kita mengenal dia sebagai bintang film laga tahun 80-an. Walaupun ia menurut istrinya, Linda Lee, lebih suka dikenang sebagai seorang ahli filsafat, pasti tidak ada yang meragukan kemampuan bela diri Bruce Lee. Latar belakang kemampuan bela dirinya dimulai ketika ia belajar beladiri bernama Wing Chun dari Ip Chun. Setelah ia pindah dari Hong Kong ke Amerika, Bruce mulai mengembangkan bela dirinya menjadi apa yang ia sebut dengan Jet Kuen Do. Perbedaan mendasar dari bela diri ciptaanya ini (Jet Kuen Do) dengan bela diri pertama yang ia pelajari (Wing Chun) adalah Jet Kuen Do menggunakan berbagai teknik yang dimiliki oleh berbagai macam bela diri seperti teknik bantingan dari judo dan gulat, teknik memukul dari tinju, teknik tendangan dari Muay Thai, teknik kuncian dari jiujitsu, dan sebagainya. Tapi walaupun terdiri dari teknik-teknik dari berbagai bela diri, filosofi dan strategi di balik Jet Kuen Do masih sangat mirip dengan Wing Chun. Mereka masih sama-sama menggunakan panduan center line dan shortest distance sebagai acuan.
Oke, cukup sampai di sini dulu pelajaran sejarah bela diri kita. Sekarang kita masuk ke pelajaran inti. Kalau sebelumnya kita telah belajar bahwa Jet Kuen Do berasal dari Wing Chun yang mengalami modifikasi dan penambahan, sekarang kita akan belajar bahwa asuransi jiwa unit link adalah berasal dari asuransi jiwa tradisional yang mengalami modifikasi dan penambahan. 

Ngomong-ngomong, berapa banyak dari anda yang sudah pernah mendengar atau membaca mengenai unit link? Saat ini sudah sangat banyak artikel, buku, seminar, dan bahkan pelatihan mengenai asuransi unit link, tapi anehnya tidak banyak saya temui media yang khusus menjelaskan mengenai asuransi tradisional. Di kesempatan kali ini saya akan menjelaskan sedikit mengenai asuransi tradisional, dan siapa tahu bisa membantu meredakan ketegangan yang terjadi antara unit link dan tradisional.
Asuransi jiwa tradisional individu (yang saya singkat saja menjadi AT untuk mempermudah penulisan) secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: berjangka, seumur hidup (whole life), dan dwiguna (endowment). Perbedaan utama mereka terletak pada jangka waktu berlakunya polis dan jangka waktu pembayaran manfaat. Perbedaan ini nantinya akan berimbas pada besarnya premi dan hasil yang kita dapat.
Kita mulai dari AT berjangka (disingkat ATB). Seperti namanya, ATB ini mempunyai jangka waktu polis yang tetap dan sudah ditentukan sebelumnya. Biasanya jangka waktu yang disediakan oleh perusahaan asuransi bervariasi antara 1-20 tahun. Polis ini akan memberikan sejumlah uang pertanggungan kepada ahli waris ketika terjadi risiko meninggal atas tertanggung sebelum polis jatuh tempo. Contohnya sederhananya, kalau Pak Budi membeli ATB berjangka untuk 20 tahun, maka jika 15 tahun kemudian ia meninggal keluarganya berhak atas uang pertanggungan ATB.  Asuransi jenis ini memiliki premi yang paling murah di antara jenis asuransi yang lain, tapi ATB tidak akan memberi apa pun kalau tertanggung masih hidup ketika polis jatuh tempo. Jadi misalkan kalau Pak Budi meninggal 21 tahun kemudian, maka anaknya tidak akan mendapat sepeser pun dari ATB.  Itulah sebabnya di asuransi ini terdapat istilah "uang hangus".
"Wah, kalau begitu rugi dong beli asuransi kalau bisa ga dapet apa-apa?" 
Tenang saja, anda tidak perlu kecewa karena perusahaan asuransi juga memikirkan hal yang sama, dan mereka sudah menemukan solusinya yakni sebuah asuransi jiwa yang akan memberikan anda perlindungan seumur hidup sehingga uang premi anda tidak akan "hangus". Inilah yang biasa kita kenal dengan asuransi jiwa seumur hidup (atau kita singkat dengan ASH). Sebenarnya jangka waktu polis ini tidak seumur hidup, tapi biasanya sampai kita berusia 99 atau 100 tahun. Tapi karena rata-rata tingkat harapan hidup manusia tidak sampai usia itu jadi bisa dikatakan seumur hidup. Seandainya pun melewati usia 100, umumnya ASH akan memberikan uang hasil nilai tunai yang jumlahnya kira-kira sebesar uang pertanggungan jiwa. Premi dari asuransi jenis ini biasanya lebih tinggi dari ATB dan periode pembayarannya pun bermacam-macam mulai dari premi tunggal, premi yang dibayar seumur hidup, dan premi yang dibayar sampai jangka waktu tertentu.
Anda kemudian bertanya lagi, "Wah masih rugi dong!" Loh, kenapa? "Iyalah, kan yang nikmatin ahli waris saya. Saya juga mau nikmatin hasilnya dong, kan saya yang bayar preminya." 
Wah... wah... rupanya anda sulit dipuaskan ya. Tenang saja karena perusahaan asuransi jiwa sudah mempunyai produk baru yaitu asuransi jiwa dwiguna (yang akan kita singkat menjadi AD). Apa bedanya dengan ATB dan ASH? Kalau di ATB dan di ASH, uang pertanggungan hanya didapat ketika tertanggung sudah meninggal (atau melewati umur 99 atau 100 kalau di ASH), maka di AD tertanggung akan mendapatkan sejumlah uang tertentu di periode-periode yang telah disepakati dan uang pertanggungan juga akan turun ke ahli waris jika tertanggung meninggal dunia. Misalnya, Pak Budi membeli AD untuk 50 tahun dengan uang pertanggungan Rp 100 juta dan sepakat akan mendapatkan Rp 10 juta di tahun ke-10 dan Rp 20 juta di tahun ke-20. Jadi Pak Budi akan mendapatkan total Rp 30 juta pada tahun ke-30, dan misalkan beliau meninggal di tahun ke-31 maka keluarganya akan mendapatkan Rp. 100 juta. Kalau dilihat dari jumlah preminya, AD memiliki premi termahal dari jenis asuransi yang lain. Tapi premi tersebut adalah jumlah yang wajar kalau mengingat proteksi dan janji jumlah pembayaran yang ditawarkan.
"Pak, saya masih belum puas," kata Anda. "Kenapa?" tanya saya kembali. "Iya, saya belum puas. Masa saya sudah bayar mahal-mahal tapi cuman dapet segitu doang." "Loh, memangnya anda maunya dapet berapa?" "Saya maunya uang yang saya dapet lebih gede dan jumlahnya setidaknya bisa ngikutin inflasi. Memperhitungkan inflasi itu penting loh, Pak. Saya udah dibilangin sama perencana keuangan saya supaya selalu memperhitungkan inflasi. Tapi kalau bisa saya pengennya premi asuransinya jangan dimahalin lagi ya, Pak." 
Weleh... weleh..., anda ini maunya banyak juga ya. Untung nanyanya sekarang. Coba kalau anda nanyanya 20 tahun lalu, pasti saya ga bisa jawab. Soalnya selain waktu itu saya masih kecil (baru masuk SMP), di Indonesia juga belum ada "teknologi" asuransi yang cukup canggih buat menjawab pertanyaan anda. Untunglah sekarang sudah ditemukan sebuah asuransi canggih bernama unit link (atau disingkat UL). 
Struktur UL sebenarnya mirip dengan AD, tapi kita sebagai nasabah berhak untuk memilih di mana dana kita akan diinvestasikan. Umumnya kita bisa memilih kombinasi investasi antara instrumen saham, obligasi, dan pasar uang. Karena ketiga instrumen itu merupakan instrumen pasar modal, maka risiko investasi di pasar modal juga ditanggung oleh nasabah UL. Pilihan jenis investasi kita ini nanti akan dikelola oleh perusahaan asuransi melalui manajer investasinya. Manajer investasi ini bekerja mirip seperti manajer investasi yang mengeluarkan produk reksadana. Mungkin karena sebab ini juga UL disebut-sebut sebagai gabungan antara asuransi tradisional dengan reksadana.
Kalau dilihat dari sisi besarnya premi, biasanya UL memiliki premi lebih mahal daripada ATB dan ASH. Mungkin hampir sebanding dengan AD, tapi jumlah premi ini juga masih terhitung wajar karena kita bisa mendapatkan jauh melebihi apa yang kita bayarkan (kalau kita memilih jenis intrumen investasi yang tepat).
By the way, karena saya juga sudah menyebut UL = AT + reksadana, menurut anda bagusan mana sih antara kita membeli UL atau membeli AT + reksadana? Saya nggak akan kasih jawabannya di sini, tapi saya akan kasih analogi seperti ini: Anda pernah beli komputer? Waktu anda mau beli komputer, mana yang anda lakukan: Beli spare-partnya satu-satu, atau anda dateng ke toko komputer lalu bilang, "Saya perlu komputer buat ngetik, ngeprint, email, sama internetan.  Kamu ada ga komputer kayak gitu?" 
Saya rasa jawabannya akan tergantung dari diri kita masing-masing. Kalau saya sendiri akan memilih spare part sendiri-sendiri lalu saya rakit sendiri di rumah.  Saya melakukan itu karena saya mempunyai background IT yang cukup baik. Tapi coba saya suruh orangtua saya melakukan hal yang sama. Bisa-bisa motherboard-nya dijadiin talenan terus VGA card-nya dijadiin ganjelan pintu karena mereka nggak tau bagaimana caranya merakit komputer. Kalaupun saya ajarin mereka step-by-step cara merakit komputer, bisa-bisa saya yang diomelin dan dituduh sengaja mau ngerjain orangtua.
Jadi kesimpulannya, asuransi jiwa tradisional dan unit link secara umum mirip-mirip saja. Untuk mengerti bagaimana asuransi unit link bekerja, kita juga harus mengerti bagaimana asuransi tradisional bekerja. Masing-masing dari mereka punya keunikan dan kelebihan serta kekurangan masing-masing yang hanya akan baik kalau sesuai dengan kebutuhan kita. Merencanakan keuangan (termasuk merencanakan asuransi) seperti kita menyusun sebuah puzzle. Setiap bagian ada porsi dan tempatnya masing-masing. Tidak ada bagian yang bisa diletakkan di setiap posisi di mana pun juga. Masing-masing bagian hanya bisa diletakkan di posisinya yang unik. Dan karena masing-masing dari kita memiliki "papan puzzle" yang berbeda maka bagian-bagian puzzle kita juga belum tentu pas di "papan puzzle" orang lain.
Itulah akhir kata dari saya di artikel ini. Cuman kok kalau artikel tanpa tips praktis rasanya kurang pas ya. Kalau begitu ini tips dari saya: kalau anda ingin memiliki asuransi jiwa untuk jangka waktu tertentu saja atau menginginkan asuransi jiwa tambahan dengan biaya murah, maka pertimbangkanlah asuransi berjangka. Tapi kalau anda ingin asuransi jiwa untuk jangka waktu yang lama maka pertimbangkanlah asuransi seumur hidup. Kemudian kalau anda ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dari asuransi anda yang sifatnya terjamin dan tidak keberatan membayar sedikit lebih mahal, maka pertimbangkanlah asuransi dwiguna. Atau kalau anda ingin mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari asuransi dwiguna dan ingin ikut serta mengendalikan bagaimana uang anda digunakan serta bisa menerima potensi kerugian dari risiko investasi, maka pertimbangkanlah asuransi unit link.
Selamat memilih asuransi. []

[Judul asli: “Evolusi Produk Asuransi Jiwa”, ditulis oleh Yustinus Eko Soelistio, Staf perencana keuangan di Safir Senduk & Rekan. Tulisan ini diambil dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=181471421913079. Lihat juga: http://myallisya.wordpress.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar